Ilmu Hukum

Pengantar Ilmu Hukum

Pengertian Sumber Hukum Istilah sumber hukum dapat digunakan dalam berbagai arti, yaitu sumber hukum dalam arti sejarah, arti soisologis, arti filosofi, dan arti formal. Sumber Hukum dalam Arti Sejarah adalah sumber dari mana pembentuk UU memperoleh bahan untuk membentuk UU dilihat dari aspek sejarah. Contohnya, Code Cevil Prancis merupakan sumber hukum bagi Burgerlijk Wetboek (Kitab UU Hukum Perdata) Belanda. Hal ini karena Prancis pernah meduduki Belanda dan memberlakukan Code Cevil, dimana ketika Belanda membentuk Burgerlijk Wetboek banyak bahan diambil dari Code Cevil Prancis itu.

Sumber Hukum dalam Sosiologis adalah faktor-faktor yang menentukan isi hukum positif, misalnya keadaan-keadaan ekonomi, politik, pandangan agama dan sebagainya, yang memengaruhi pembentukan UU pada saat pembuatan peraturan. Sumber Hukum dalam Arti Filosofi Menurut L.J. Van Apeldoorn, mempunyai dua arti yaitu sebagai sumber untuk isi hokum dan sebagai sumber untuk kekuatan mengikat dari hukum. Dua arti tersebut dapat diartikan sebagai berikut: Dalam arti sebagai sumber untuk isi hukum, yaitu sebagai ukuran untuk menguji hukum agar dapat mengetahui adakah ia “hukum yang baik?” Dalam Pasal 2 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dikatakan bahwa “Pancasila merupakan sumber dari segala hukum negara”. Dalam arti sebagai sumber kekuatan mengikat dari hukum. Menutut Hugo de Groot (Grotius), “sumber hukum adalah akal (ratio), sumber kekuatan mengikat adalah Tuhan”.

Sumber Hukum dalam Arti Formal berarti format (wujud) dari mana kita dapat melihat isi hukum yang berlaku. Sebagai sumber hukum dalam arti formal dapat disebut seluas-luasnya mencakup : UU, Kebiasaan, Traktat, Yurisprudensi, Pendapat ahli hokum, Perjanjian.

Istilah UU dapat digunakan dalam dua arti yang berbeda, yaitu : Undang-undang dalam arti formal adalah peraturan yang disebut undang-undang mengingat formalitas cara terjadinya. Undang-undang dalam arti formal ini biasanya cukup disebut sebagai undang-undang saja. Undang-undang arti formal dibuat dengan persetujuan bersama antara DPR dan Presiden. Undang-undang dalam arti material adalah peraturan yang disebut undang-undang mengingat isinya yang mengikat umum. Dikatakan “mengikat umum” sebab berbeda dengan suatu Surat Keputusan yang hanya mengikat orang atau orang-orang tertentu saja karena didalamnya disebutkan nama atau nama-nama tertentu. UU dalam arti material ini disebut juga peraturan perundang-undangan. UU dalam arti material atau peraturan perundang-undangan ini mencakup mulai dari UUD sampai pada Peraturan Daerah.

Hukum dan UU berbeda. Hukum lebih luas daripada undang-undang. Jadi, undang-undang hanya rekaman sesaat mengenai hukum di suatu saat tertentu. Menurut Pasal 7 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2004:
a. UUD 1945
b. UU atau PERPU
c. Peraturan Pemerintah
d. PERPRES
e. PERDA
Dalam Pasal 7 ayat (2) ditentukan bahwa Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:
a. Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur.
b. Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama bupati atau walikota.
c. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.

Menurut Pasal 7 ayat (5) UU No.10 Tahun 2004, kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Dalam Pasal 7 ayat (4) ditentukan bahwa jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam bagian penjelasan terhadap Pasal 7 ayat (4) diberikan keterangan bahwa: Jenis Peraturan Perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antara lain, peraturan yang dikeluarkan oleh MPR, DPR, DPD, MA, MK, BPK, BI, Menteri Kepala Badan, Lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk yang oleh undang-undang atau perintah undang-undang, DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

Mengenai materi muatan dari berbagai jenis peraturan tersebut diberikan penjelasan dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 13 UU No.10 Tahun 2004 sebagai berikut.
a. Materi muatan yang harus diatur dengan undang-undang berisi hal-hal yang:
1). mengatur lebih lanjut ketentuan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang meliputi:
a. hak-hak asasi manusia
b. hak dan kewajiban warga negara
c. pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara
d. wilayah negara dan pembagian daerah
e. kewarganegaraan dan kependudukan
f. keuangan negara
2). diperintahkan oleh suatu undang-undang untuk diatur dengan undang-undang.

b. Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti UU dengan materi muatan UU
c. Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya
d. Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang melaksanakan Peraturan Pemerintah
e. Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi
f. Materi muatan Peraturan Desa atau yang setingkat adalah seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan urusan desa atau yang setingkat serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi

Teori Tangga Hubungan antar peraturan yang lebih tinggi dengan peraturan yang lebih rendah, dijelaskan oleh Hans Kelsen dalam teori bersifat tangga (Stufenbau Theorie). Menurut Hans Kelsen kekuatan suatu peraturan (norma) adalah terletak pada suatu mengikat peraturan (norma) yang lebih tinggi. Menurut Hans Kelsen dasar kekuatan mengikat UUD terletak pada suatu Grundnorm (norma asal). Grundnorm merupakan norma yang tidak mempunyai isi melainkan bersifat hipotetis seperti: “Orang seharusnya menaati Undang-Undang Dasar”. Makna Undang-Undang Bagi Masyarakat Indonesia Dengan latar belakang ini, maka masyarakat Indonesia memiliki persepsi bahwa undang-undang bukan sesuatu yang istimewa. Persepsi ini cenderung diperburuk oleh kenyataan sejarah bahwa “tipe hukum yang menempatkan undang-undang sebagai pengatur masyarakat merupakan tipe hukum yang dibawa oleh bangsa Belanda yang dikenal sebagai penjajah dan juga pengalaman-pegalaman masa sebelumnya di mana undang-undang merupakan penguasa dan pihak-pihak yang dekat dengan penguasa.

Arti pentingnya undang-undang (peraturan tertulis) berdasarkan pengalaman masyarakat itu sendiri, nanti muncul di Eropa sebagai akibat pemerintahan sewenang-wenang dari para raja absolut. Berkat tulisan-tulisan antara lain dari Montesquieu dan Cesare Beccaria, maka sesudah Revolusi Prancis (1789) mulai dibuat kodifikasi-kodifikasi hukum. Jadi, bagi masyarakat Eropa, undang-undang benar-benar dirasakan amat penting dan merupakan kebutuhan berdasarkan pengalaman mereka sendiri.
Kebiasaan Syarat-syarat untuk terbentuknya hukum kebiasaan, yaitu:
1. Syarat material: pemakaian yang tetap; dan,
2. Syarat psikologis: keyakinan tentang adanya kewajiban hukum (opinio necessitatis). Yang dimaksudkan dengan syarat psikologis di sini bukanlah psikologis perseorangan melainkan psikologis kelompok.

Traktat (treaty) atau konvensi (convention) adalah perjanjian antar negara. Sudah tentu traktat merupakan sumber hukum internasional. Yurisprudensi adalah putusan pengadilan tertinggi yang bersifat menetapkan norma, di mana putusan tersebut diikuti oleh hakim lainnya. Menurut suatu kamus hukum, yurisprudensi adalah ”kumpulan atau sari keputusan MA tentang berbagai vonis beberapa macam jenis perkara berdasarkan pemutusan kebijaksanaan para hakim sendiri yang kemudian dianut oleh para hakim lainnya dalam memutuskan kasus-kasus perkara yang (hampir) sama”.

Istilah yurisprudensi (urisprudentie) berbeda dari apa yang dalam sistem Common Law disebut jurisprudence. Jurisprudence adalah aliran dalam ilmu hukum, contohnya historical jurisprudence dan sociological jurisprudence. Jurisprudence merupakan kajian terhadap hukum dari aspek filosofi, bagian dari filosofi hukum. Perjanjian Dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata ditentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah mengikat sebagai UU bagi pihak yang membuatnya. Kata “semua” menunjukkan bahwa dalam Hukum Perjanjian dianut sistem terbuka, yaitu orang boleh membuat perjanjian apa saja, asalkan memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2021 by www.lemaribuku.com

To Top